Minggu, 15 November 2009

ANALISA EKONOMI UNTUK PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Dalam sistem produksi, fungsi dan peran yang harus dijalankan oleh manajer adalah mengambil keputusan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan alternatif-alternatif tindakan yang harus dilaksanakan oleh proses produksi. Beberapa faktor yang ada dalam kondisi riilnya cenderung untuk menambah derajat kesulitan dan kompleksitas dari keputusan yang harus diambil, semacam :

• Faktor ketidakpastian mengenai kondisi yang akan datang, dimana hal ini seringkali membawa kesulitan dalam bentuk penetapan potensi maupun kapasitas produksi terpasang yang harus direalisasikan.

• Kebutuhan untuk memperhatikan berbagai macam kriteria yang harus dipenuhi seperti kuantitas, kualitas, biaya dan sebagainya.

• Tekanan-tekanan yang berkaitan dengan kecepatan waktu pengambilan keputusan, dimana seringkali hal ini akan menghasilkan keputusan yang tidak tepat/teliti dan jauh diluar harapan yang ada.

• Adanya konflik-konflik yang terjadi dan yang timbul akibat keanekaragaman pendapat atau pandangn/opini dari berbagai pihak yang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Hal semacam ini terjadi akibat adanya perbedaan latar belakang maupun interest berbagai pihak didalam melihat permasalahan yang harus dipecahkan/diputuskan.

Walaupun banyak kesulitan dan kendala yang harus dihadapi, manajemen tidak bisa tidak harus melakukan studi, anaisis, evaluasi dan dilanjutkan dengan pengambilan keputusan. Setiap permasalahan yang dihadapi dan harus dipecahkan, terlebih dahulu harus dianalisis dan dikembangkan alternatif-alternatif kelayakannya, baik secara teknis maupun ekonomis, untuk kemudian diputuskan yang paling layak.

Suatu rancangan ataupun proposal dari proyek-proyek, akan dievaluasi erdasarkan efisiensi teknik (fisik) maupun efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis umumnya diformulasikan sebagai berikut :



Disisi lain efisiensi ekonomis meskipun juga dinyatakan sebagai perbandingan output per input, tetapi dalam hal ini dinyatakan dalam unit satuan ekonomis (uang). Formulasi umumnya sebagai berikut :



7.1 SIKLUS ALIRAN UANG (CASH FLOW) DALAM PROSES PRODUKSI

Proses produksi selalu digambarkan sebagai proses perubahan bentuk (transformasi) dari bahan baku menjadi produk jadi. Dari aliran uang, sistem produksi harus mampu mengkonversikan dana yang diinvestasikan baik dalam bentuk Long Term Assets atupuun modal kerja menjadi produk jadi ataupun jasa pelayanan yang mampu memuaskan permintaan (deman) yang ada. Kelancaran proses produksi, yaitu diukur berdasarkan efektivitas, efisiensi maupun produktivitas kerja, akan mampu memperlancar siklus perputaran aliran uang (cash flow) yang ada. Tentunya disini bukan saja hanya tergantung kelancaran proses produksi, melainkan juga akan ikut ditentukan oleh kelancaran proses pemasaran atau penjualan produk outputnya.

Begitu output berhasil dijual, maka terjadi sekali lagi proses transformasi dari produk/jasa menjadi “uang tunai” (cash) dalam bentuk penerimaan atau pembayaran (revenue), yang selanjutnya akan mengalir kembali untuk berbagai macam kebutuhan seperti inivestasi berikut untuk depresiasi ataupun kebutuhan menambah kapasitas produksi (ekspansi) dan biaya operasional. Seandainya masih ada sisa penerimaan, setelah dikurangi dengan total biaya produksi (Fixed Costs + Variable Costs), maka ini akan merupakan keuntungan (profit) perusahaan yang dalam hal ini akan dialokasikan untuk pajak dan divedends (keuntungan yang dibagikan ke pemilik sahan perusahaan).

7.2 KLASIFIKASI DAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI

Agar bisa melaksanakan analisa dan evaluasi alternatif-alternatif yang berkaitan dengan proyek-proyek (produk, jasa, proses ataupun fasilitas kerja), maka diperlukan kemampuan untuk bisa mengidentifikasikan jenis dan macam biaya yang ada. Untuk memperjelas biaya-biaya yang harus dikeluarkan dalam kegiatan produksi, berikut dijelaskan beberapa jenis biaya yang umum dijumpai :

• Biaya Awal dan Operasi. Biaya awal (first cost) adalah biaya-biaya yang harus dikeluarkan pada awal sebelum kegiatan produksi diselenggarakan. Biaya ini biasanya akan dipergunakan untuk pembelian mesin (fasilitas produksi), instalasi, gedung dan sebagainya. Biaya awal ini cenderung besar dan memiliki nilai strategis yang mencakup dimensi waktu jangka panjang (long term). Untuk memperoleh kembali modal yang ditanamkan (investasi), maka hal tersebut bisa dilakukan lewat biaya penyusutan (depreciation cost) yang besarnya akan tergantung pada metode perhitungan depresiasi yang diterapkan. Biaya asal dikeluarkan hanya sekali saja untuk setiap asset yang ditanamkan. Selanjutnya biaya-biaya yang hahrus dikeluarkan secara rutin/periodik akan diklasifikasikan dalam bentuk biaya operasional dan perawatan (operating and maintenance costs).

• Biaya Langsung dan Biaya Tidak Langsung. Biaya langsung (direct cost) adalah biaya yang bisa diidentifikasikan secara langsung dengan suatu proses produksi tertentu atau produk keluaran (production output) yang dihasilkan. Sebagai contoh disini meliputi biaya-biaya material langsung, komponen, tenaga kerja langsung, dan sebagainya. Disini besarnya biaya akan dapat dihitung secara detail untuk setiap unit output produk yang dibuat. Hal yang sama seperti energi, supplies, utilities dan overheads item lainnya memerlukan biaya yang dapat dikaitkan langsung dengan departemen atau fasilitas tertentu.
Sedangkan biaya tidak langsung (indirect cost) dalam hal ini tidak dapat diidentifikasikan dengan proses ataupun produk tertentu. Biaya yang harus dikeluarkan untuk penerangan, AC, telepon, indirect material/labor dan sebagainya dalam kasus ini tidaklah bisa dihitung secara detaol untuk setiap unit output yang dibuat.

• Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap. Dalam berbagai kasus pengambilan keputusan dengan memperhatikan biaya sebagai salah satu tolak ukur, seringkali keputusan tersebut akan didasarkan pada volume produksi yang harus dipenuhi dalam suatu periode tertentu. Berkaitan dengan analisis ini perlu dikenal dan diidentifikasikan apa yang disebut dengan biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost).
Biaya-biaya yang berkaitan dengan pengoperasian fasililtas-fasilitas produksi dalam suatu periode tertentu dimana besarnya biaya tersebut relatif tetap/konstan selama aktivitas produksi tersebut berlangsung dan tidak peduli dengan jumlah atau volume produksi yang dihasilkan dikenal sebagai biaya tetap atau fixed costs. Contohnya biaya penyusutan, pajak, asuransi, bunga pinjaman, sewa gedung/alat, indirect cost ataupun overhead cost.
Selanjutnya biaya-biaya langsung seperti direct material cost, direct labor cost dan biaya pembungkusan (packaging) dalam hal ini besarnya akan cenderung “tetap” perunit outputnya. Biaya ini umum disebut sebagai “unit variable cost”; dimana secara total biaya total variable cost ini besarnya akan sangat tergantung atau bervariasi terhadap jumlah/volume produksi.

Total Cost = Total Fixed Cost + Total Variable Cost
( TC ) ( TFC ) ( TVC )

Bilamana biaya produksi atau biaya manufaktur (manufakturing cost) per unit produk ingin diketahui, maka hal ini bisa diperoleh dengan formula sebagai berikut :

Biaya Produksi per unit Total Biaya Produksi
(Rp/unit) Jumlah /Volume Produksi yang dihasilkan
7.3 PENYUSUTAN NILAI EKONOMIS SUATU ASSET (DEPRECIATION)

Secara definitif, penyusutan/depresiasi bisa dinyatakan sebagai berkutangnya nilai (value) dari suatu “physical assets” seperti mesin, peralatan produksi, bangunan pabrik, dan lain-lain dengan bertambahnya unsur pemakaian aset tersebut. Dalam hal in penyusutan bisa diklasifikasikan dalam bentuk :

• Penyusutan fisik (physical depreciation)

• Penyusutan fungsi kerja (functional depreciation)

• Penyusutan nilai ekonomis/akuntansi (accounting depreciation)

Penyusutan pisik diartikan sebagai berkurangnya bentuk, ukuran ataupun dimensi pisik dari aset karena pemakaian. Contoh sederhana dalam hal ini bisa dilihat pada keausan yang terjadi pada bantalan (bearing) yang timbul akibat gesekan, menipisnya tebal pipa-pipa ketel akibat korosi, dan sebagainya. Penyusustan fungsi kerja diartikan sebagai berkurangnya fungsi kerja dan kegunaan dari suatu aset, dimana dalam hal ini bukan disebabkan adanya penurunan kemampuan pisik, melainkan karena adanya perubahan permintaan/kebutuhan (demand) sehingga secara teknis maupun ekonomis aset tersebut tidak layak lagi diaplikasikan. Sebagai contoh penurunan teknologi baru yang menyebabkan peralatanproduksi maupun dioperasikan secara otomatis akan menyebabkan peralatan yang lama menjadi tidak ekonomis lagi untuk dioperasikan. Sedangkan penyusustan akuntansi akan menganalisa berkurangnya nilai tersebut menurut ukuran nilai uang (Rp).

Biaya penyusutan atau depresiasi besar kecilnya akan tergantung pada metoda menyusutan yang diaplikasikan. Dengan metoda yang dipilih, maka biaya penyusutan bisa diatur konstan per tahun atau dibuat besar pada tahun-tahun pertama dan terus menurun (kecil) pada tahun-tahun berikutnya. Alasan pokok biaya penyusutan dibuat besar untuk tahun awal antara lain sebagai berikut

• Memberi perlindungan terhadap resiko cepat usangnya suatu aset akibat inovasi teknologi yang berkembang cepat.
• Depresiasi yang besar ditahun awal akan mempercepat penarikan kembali semua biaya yang dikeluarkan untuk investasi sebagai aset tersebut masih dalam performans puncaknya, disamping adanya keringanan-keringanan pajak yang harus dibayarkan.

Untuk menetapkan besarnya biaya depresiasi, ada 4 (empat) metoda yang umum diaplikasikan, yaitu :

• metoda penyusutan garis lurus (straight line depreciation method)
• metoda penyusutan jumlah digit tahun (sum of the year digits depreciation method)

• metoda penyusutan keseimbangan menurun (declining balance depreciation method)

• metoda penyusutan dana berkurang (sinking fund depreciation method)

Sebelum perhitungan biaya penyusutan dilaksanakan terlebih dahulu harus diperoleh data yang berkaitan dengan :

• Biaya awal (harga + biaya instalasi) dari aset (P)

• Estimasi nilai jual aset pada tahunke-N atau lazim disebut sebagai “salvage value” (S)

• Umur produktif yang menunjukkan lamanya aset tersebut ingin dioperasikan secara ekonomis (N)

7.3.1 METODE PENYUSUTAN GARIS LURUS (STRAIGHT LINE DEPRECIATION METHOD)

Metode ini memberikan kemungkinan untuk menyusutkan nilai suatu aset pada laju yang konstan selama periode penyusutan berlangsung. Formulasi penetapan biaya depresiasi dapat dinyatakan sebagai berikut :

P = Biaya awal (Rp)
S = Salvage value (Rp)

N = Periode tahun depresiasi

Contoh :
Nilai awal suatu aset adalah sebesar Rp 40.000.000,- dan setimasi salvage value-nya Rp 10.000.000,-. Periode penyusutan selama 5 tahun, maka biaya depresiasi setiap tahunnya adalah :


= 1/5 (Rp 40.000.000,- - Rp 10.000.000,-)
= Rp 6.000.000,-


Tahun Biaya Depresiasi
per tahun Nilai Buku pada
akhir tahun
0

1

2

3

4

5 -

6.000.000

6.000.000

6.000.000

6.000.000

6.000.000 Rp 40.000.000

Rp 34.000.000

Rp 28.000.000

Rp 22.000.000

Rp 16.000.000

Rp 10.000.000

7.3.2 METODE PENYUSUTAN ASET DENGAN METODE SUM OF YEAR DIGITS

Metode ini akan menghitung besarnya biaya penyusutan (depresiasi) pada satu tahun tertentu bebrdasarkan rasio digit tahun yang bersangkutan dengan jumlah digit tahun-tahun (sum of year digit) dimana periode depresiasi berlaku. Metode SOYD akan memberikan kemungkinan nilai suatu aset akan terus berkurang pada laju pengurangan tertentu. Besarnya biaya depresiasi dapat dihitung berdasarkan formulasi sebagai berikut :





Tahun Biaya Depresiasi
per tahun Nilai Buku pada
akhir tahun
0

1

2

3

4

5 -

10.000.000

8.000.000

6.000.000

4.000.000

2.000.000 Rp 40.000.000

Rp 30.000.000

Rp 22.000.000

Rp 16.000.000

Rp 12.000.000

Rp 10.000.000




7.3.3 METODE PENYUSUTAN KESEIMBANGAN MENURUN (DECLINING BALANCE DEPRECIATION METHOD)

Metode ini akan menghasilkan biaya depresiasi dalam jumlah besar pada tahun-tahun awal dan selanjutnya menurut cepat pada periode tahun berikutnya. Besarnya penyusutan dalam hal ini dihitung berdasarkan prosentase teretentu/tatap terhadap nilai buku dari aset pada tahun sebelum depresiasi tersebut dikehendaki. Formula perhitungan biaya depresiasi tahunan dalam hal ini dinyatakan sepereti berikut :


dimana : %R = Prosentase penyusutan yang dikehendaki per tahun

BVn-1 = Nilai buku pada tahun ke n-1 (n = 1, 2, ..., N)

Tahun Biaya Depresiasi
per tahun Nilai Buku pada
akhir tahun
0

1

2

3

4

5 -

0,25 x 40.000.000 = 10.000.000

0,25 x 30.000.000 = 7.500.000

0,25 x 22.500.000 = 5.625.000

0,25 x 16.875.000 = 4.218.000

(12.656.250 –10.000.000) =2.656.000 Rp 40.000.000

Rp 30.000.000

Rp 22.500.000

Rp 16.875.000

Rp 12.656.000

Rp 10.000.000

Catatan :
Pada kasus diatas %R = 25% pertahun. Biaya depresiasi untuk periode tahun ke-5 dalam hal ini tidak mengikuti formula/metode yang ditetapkan, karena dalam hal ini terikat dengan nilai estimasi salvage value sebesar Rp 10.000.000,-.

Dalam metode ini, penetapan prosentasi penyusutan (%R) didasarkan pada setimasi akan menyebabkan ketidaksesuaian biaya depresiasi dengan nilai salvage dari aset pada akhir tahun periode penyusutan. Agar tepat, maka penetapan %R dalam hal ini bisa ditetapkan menurut formulasi seperti berikut :



maka dengan demikian dalam kasus diatas, dilai %R-nya akan menjadi :


= 24,22%

7.3.4 METODA PENYUSUTAN DANA BERKURANG (SINKING FUND DEPRECIATION METHOD)

Pada metode ini nilai suatu aset akan berkurang dengan laju penyusutan yang terus bertambah besar. Dalammetode ini adanya bunga (interest) bank akan ikut dipertimbangkan ebagai konsekuensi adanya perubahan nilai uang sesuai dengan fungsi waktu (Time Value of Money). Berdasarkan metode ini, maka biaya penyusutan pertahun adalah jumlah total dari besarnya nilai aset yang ditanamkan dalam “sinking fund” pada akhir tahun dari jumlah bunga yang diperoleh selama tahun tersebut. Rumus untuk metode ini adalah sebagai berikut :



Sebagai contoh dari soal diatas, maka :


= Rp 4.031.400
Dengan memperhatikan besarnya bunga (i = 20%), maka biaya penyusutan pertahunnya adalah :
AD1 = Rp 4.031.400,-

AD2 = Rp 4.031.400,- + 20% x Rp 4.031.400,-
= Rp 4.837.600,-


Tahun Biaya Depresiasi
per tahun Nilai Buku pada
akhir tahun
0

1

2

3

4

5 -

4.031.400

4.834.600

5.805.200

6.966.300

8.359.000 Rp 40.000.000

Rp 35.968.600

Rp 31.131.000

Rp 25.325.800

Rp 18.359.500

Rp 10.000.000


7.4 ANALISA TITIK PULANG POKOK (BREAK EVEN ANALISYS)

Anilisa titk pulang pokok merupakan analisis ekonomi yang umum diaplikasikan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam melakukan analisa titik pulang kokok, perlu mengabaikan hal-hal seperti berikut :

• Kondisi masa yang akan datang berkaitan dengan perubahan tingkat kebutuhan yang serba pasti (diasumsikan deman akan konstant)

• Nilai uang tidak akan berubah seiring dengan periode waktu berjalan (Time value of Money)

Untuk melakukan analisis perhitungan, maka bisa dilihat dari hubungan-hubungan berikut ini :

Untung (profit) atau Rugi (loss) (Z) = Total Penerimaan (TC) – Total Biaya (TC)

Bilamana Z harganya positif, maka kondisi menguntungkan yang akan dijumpai. Sebaliknya bilamana Z harganya negatif, maka kerugian yang terjadi. Sehingga berawal dari hubungan ini bisa dilakukan analisis lebih lanjut sebagai berikut :


[ Total Penerimaan ] = [ Total Biaya ]
(TR) (TC)

Harga jual per Jumlah output Total Biaya Biaya Variabel Jumlah Output
Unit produk produksi pulang tetap (TFC) per unit output produksi pulang
(P) pokok (NBEP) (V) pokok (NBEP)

Dengan sedikit modifikasi maka formula diatas dapat dibuat sebagai berikut :

NBEP =


Jumlah output Total Biaya Tetap
produksi pulang Harga jual per - Biaya Variabel
pokok (NBEP) unit Produk per unit Produk

Perbedaan / selisih antara P – V disebut dengan istilah “contribution per unit of output”. Dari analisis ini dijumpai adanya asumsi dan batasan antara lain sebagai berikut :

• Harga jual per unit produk (unit price) atau P akan selalu konstan, tidak peduli berapapun jumlah unit output yang bisa terjual. Dalam kondisi yang nyata, unit price ini akan tergantung pada hukum supply demand yang ada.

• Biaya variabel per unit output (V) juga dianggap konstan. Tidak peduli berapapun jumlah output yang dijual, disini tidak dikenal adanya potongan harga (discount price).

• Asumsi nilai P dan V yang konstan memberikan asumsi baru yaitu semua yang berhubungan dengan biaya (cost) ataupun penerimaan (cost) akan linier).

• Analis ini hanya bisa diaplikasikan untuk menganalisis fasilitas produksi yang menghasilkan produk atas jasa tunggal (single output).

Selanjutnya kita akan bahas kegiatan produksi yang telah dilaksanakan di sebuah industri manufaktur dengan diketahui data sebagai berikut :

• Total biaya tetap TFC = Rp 90.000.000,-/tahun

• Total biaya variabel TVC = Rp 192.000.000,-/tahun

• Jumlah produk yang dibuat/dijual adalah sebesar 12000 unit/tahun

• Total penerimaan dari hasil penjualan 12000 unit produk tersebut adalah TR = Rp 240.000.000,-

Maka profit atau kerugian yang akan diperolehnya adalah :

Z = TR – ( TFC + TVC )

Z = Rp 240.000.000/th – ( Rp 9.000.000/th + Rp 192.000.000/th)
= - Rp 42.000.000,-/th

Karena Z bernilai negatif (-), maka jelas kondisi yang terjadi adalah rugi.

a) Menekan/menurunkan Total Biaya Tetap (TFC)

Langkah menurunkan besarnya harga TFC bisa dilaksanakan dengan jalan :

• Mengurangi biaya penyusustan (depresiasi) yaitu dengan menggunakan metoda penyusutan tertentu atau memperbesar periode penyusutannya.

• Menekan biaya-biaya promosi, iklan atau sales expanses lainnya.

• Melakukan penghematan biaya-biaya overhead lainnya seperti indirect cost, dll.

Untuk mengetahui berapa total biaya tetap maksimum agar kondisi bisa memberikan kemungkinan mendatangkan keuntungan dapat dilakukan dengan analisa BE. Seperti diketahui syarat tercapai kondisi pulang pokok adalah biia Z = 0, sehingga TR = TC atau TFC + TVC. Dengan kata lain bisa diperoleh hubungan :

TFC = TR – TVC

TFC = Rp 240.000.000,-/th – Rp 192.000.000,-/th

TFC = Rp 48.000.000,-/th

Dari hasil perhitungan bisa ditarik kesimpulan bahwa bilamana proses produksi dikehendaki memberi keuntungan dan dengan kata lain diasumsikan tetap sama, maka total biaya tetap (TFC) harus bisa ditekan lebih kecil dari Rp 48.000.000.

b) Menekan/Menurunkan Biaya Variabel per unit output atau Unit Variabel Cost (V)

Langkah menurunkan unit variabel cost (V) dapat dilaksanakan dengan jalan :

• Melaksanakan perbaikan-perbaikan terhadap tata cara kerja ataupun standard-standard sistem kerja lainnya agar proses produksi bisa dilaksanakan secara lebih efektif dan efisien lagi.

• Memilih material yang lebih murah, dan lebih mudah/cepat untuk diproduksi, menaikkan tingkat teknologi dari proses produksi dengan memilih mesin atau fasilitas-fasilitas produksi lainnya yang lebih produktif sehingga bisa menekan biaya tenaga kerja langsung (direct labor cost), hemat energi dan sebagainya.

Untuk mengetahui berapa unit variabel cost maksimum yang bisa ditolerir agar proses produksi bisa mendatangkan keuntungan, maka dengan cara yang sama bisa dievaluasi melalui analisa perhitungan seperti berikut :

Dari permasalahan yang ada diperoleh informasi bahwa :

Unit Variabel Cost = Total Variabel Cost (TVC)
Volume Produk yang dihasilkan


V = Rp 192.000.000/th = Rp 16.000/unit
12.000.000 unit/th

Jelas agar diperoleh keuntungan dalam hal ini unit variabel cost (V) harus bisa ditekankan kurang dari Rp 16.000,-. Dari analisa dimana syarat Z = 0 harus terpenuhi, diperoleh hubungan sebagai berikut :

TR = TC

TR = TFC + TVC = TFC + ON




V = Rp 12.500,-/unit

c) Menaikkan Harga Jual perunit Produk atau Unit Cost Price (P)

Meskipun langkah menaikkan harga jual bukan merupakan alternatif yang mudah untuk dilaksanakan, akan tetapi bagaimanapun juga hal tersebut tetap merupakan pikihan yang bisa ditempuh oleh manajemen guna menghindari diri dari kerugian. Berdasarkan informasi data yang ada, diperoleh bahwa :

Total Penerimaan (TR) = Rp 240.000.000,-/tahun

dimana TR = P x N

Price = Total Penerimaan (TR)
Volume Produk Terjual (N)
P = Rp 240.000.000,-/tahun = Rp 20.000,-/unit
12.000/unit/tahun

Jelas dengan P = Rp 20.000,-/unit akan menimbulkan kerugian karena disini TR < TC, maka untuk tidak rugi P harus dinaikkan lebih besar daripada Rp 20.000,-/unit. Dari persyaratan terjadinya kondisi itupun, maka diperoleh formulasi perhitungan harga jual (P) seperti berikut :

Z = 0; TR = TC atau

P.N= TFC + NV

P = TFC + V
N

P = Rp 90.000.000,-/th + Rp 16.000,-/unit
12.000 unit/th

P = Rp 23.500,-/unit










d) Menaikkan Jumlah atau Volume Unit Output (N) yang dibuat/dijual

Langkah ini memungkinkan manajemen untuk meningkatkan jumlah output produksi semaksimal mungkin (sesuai dengan kapasitas terpasangnya) tanpa khawatir hal tersebut bisa mempengaruhi total biaya tetapnya (TFC). Semakin besar volume produksinya yang dihasilkan, maka kontribusi biaya tetap per unit output tersebut akan semakin kecil. Hal tersebut tentu saja akan bisa menekan total pada perhitungan akhirnya. Kembali lagi pada konsep BE analisis yang telah dinyatakan di halaman terdahulu, diperoleh formulasi dasar seperti berikut :

Jumlah output Total Biaya Tetap
produksi pulang Harga jual per - Biaya Variabel
pokok (NBEP) unit Produk per unit Produk

NBEP =



Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa bilamana dikehendaki untuk mendapatkan keuntungan, jumlah/volume produk yang harus dibuat harus dinaikkan lebih sebesar 22.500 unit/th. Bilamana N = 22.500 unit/th hal ini akan menyebabkan kondisi hanya mencapai impas.

7.5. ANALISA EKONOMI TEKNIK (ENGINEERING ECONOMY ANALISYS)

Banyak proyek-proyek rekayasa teknik (engineering) yang didalam realisasinya sering dihadapkan dengan pilihan-pilihan alternatif seperti design, prosedur, metode, dan sebagainya. Aspek ekonomi bersangkut paut dengan investasi (Fixed Cost) yang dibutuhkan, biaya operasional yang harus dikelarkan, overhead cost dan lain-lain. Analisa ekonomi teknik (engineering economy analisys) dalam hal ini akan membandingkan perbedaan alternatif-alternatif proyek engineering tadi dalam nilai ekonomisnya yang dinyatakandalam jumlah uang (cost). Alternatif terbaik akan memberikan jumlah biaya yang paling kecil (ekonomis).






7.5.1 PROSEDUR EVALUASI & PENETAPAN ALTERNATIF PROYEK TEKNIK DAN PERMASALAHANNYA

Didalam mengevaluasi proyek-proyek teknik (engineering project) guna menetapkan alternatif terbaik yang perlu diusulkan, maka prosedur berikut bisa diambil :

a) Alternatif-alternatif harus bisa diformulasikan secara jelas terlebih dahulu sebelum dibandingkan satu dengan lainnya. Disini setiap alternatif harus sama atau setara; dalam arti tidak ada yang signifikan dalam hal fungsi/kegunaan, spesifikasi teknis dan sebagainya. Evaluasi dan penetapan alternatif hanya bisa dilakukan sekurang-kurangnya ada 2 (dua) kemungkinan yang bisa diusulkan.

b) Apapun keputusan yang diambil harus membari pertimbangan juga terhadap konsekuensi ataupun dampak yang akan terjadi kelak.

c) Selanjutnya evaluasi dan/atau keputusan yang diambil harus ditinjau untuk memuaskan kepentingan siapa? Apakah untuk kepentingan pemilik proyek tersebut atau masyarakat/konsumen umumnya? Analisa BCR (Benefit Cost Ratio) merupakan salah satu cara untuk menilai ini.

d) Untuk setiap analisa dan keputusan ekonomis yang diambil, maka uang – sebagai unit satuan ekonomis akan diaplikasikan sebagai tolok ukur utamanya. Disini perbedaan-perbedaan yang ada dinyatakan dalam unit satuan fisik yang sesuai, kemudian unit satuan fisik tersebut dikonversikan dalam unit satuan uang yang berlaku (Rp atau $).

e) Harus ada kriteria-kriteria yang jelas dalam pengambilan keputusan. Kriteria utama untuk pemilihan alternatif terbaik dalam hal ini terletak pada alternatif yang mampu menggunakan segala sumber daya secara efektif dan efisien.

Problem evaluasi dan pemilihan alternatif dari proyek-proyek engineering banyak kita jumpai dalam bentuk :

• Alternatif untuk pemilihan lokasi pabrik

• Alternatif untuk pemilihan pembangkit tenaga listrik (PLTD, PLTA, PLTU, PLTN, dsb) dan kebijaksanaan pengadaannya.

• Dan lain-lain.

7.5.2 KONSEP BUNGA PINJAMAN (INTEREST)

Istilah bunga bisa diartikan sebagai nilai sewa terhadap peminjaman sejumlah uang untuk suatu waktu tertentu. Selain itu bunga diartikan sebagai laju pengembalian (rate of return) dari sejumlah uang yang diinvestasikan. Sejumlah uang tersebut berasal dari milik sendiri atau pinjaman (saham perorangan, bank atau institusi keuangan lainnya), maka si pemilik uang biasanya akan berharap adanya “konpensasi” terhadap kondisi-kondisi dimana sang pemilik tersebut tidak akan bisa menggunakan uangnya dalam jangka waktu tertentu. Didalam analisa biaya, kompensasi ini akan diperhitungkan sebagai salah satu unsur biaya (cost), dimana besar kecilnya bunga (interest) akan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti :

• Resiko tidak kembalinya uang yang diinvestasikan/dipinjam karena berbagai macam hal seperti kerugian, inflasi dan sebagainya.

• Pengaruh hukum permintaan dan penawaran (supply demand) yang dikaitkan dengan dana untuk pinjaman.

• Biaya-biaya overhead yang harus dikeluarkan untuk book keeping clection fees, dan biaya administrasi lainnya disamping juga lamanya periode waktu pinjaman.

• Adanya aturan-aturan yang dibuat/ditetapkan oleh pemerintah berkaitan dengan besarnya interest yang ditetapkan. Sebagai misal di Indonesia besarnya interest akan dikendalikan secara langnsung oleh Bank Indonesia.

7.5.3 MACAM-MACAM INTEREST DAN METODA APLIKASINYA

Interest rate umumnya selalu dinyatakan per tahun, terkecuali ada ketetapan lain, bilamana dinyatakan :

i = 18% / tahun
i = 1,8% / bulan

i = 4,5% / tri wulan

i = 9% / ½ tahun

Maka pernyataan tersebut diatas akan memiliki pengertian yang sama. Secara sederhana bilamana interest dianggap sebagai sejumlah uang yang diterima sebagai hasil penanaman modal, maka hal ini akan diartikan sebagai keuntungan (profit). Sebaliknya, bila interest dinyatakan sebagai sejumlah uang yang diterima sebagai pembayaran sewa (rental fee) dari uang pinjaman, maka tersebut bisa diartikan sebagai biaya (cost).

7.5.4 PERUBAHAN NILAI UANG KARENA WAKTU DAN HUBUNGANNYA DENGAN INTEREST RATE

Seperti telah dijelaskan terdahulu bahwa uang akan memiliki interest rate tertentu bilamana ditanamkan dalam periode waktu tertentu. Hubungan antara interest dan waktu ini akan membawa kita pada konsep perubahan nilai uang dalam suatu waktu tertentu (Time Value of Money). Disini nilai uang akan berubah menurut fungsi waktunya, sebab bilamana sejumlah uang dipinjam untuk jangka waktu tertentu, maka jumlah uang harus dibayarkan kembali selanjutnya akanlebih besar dari jumlah yang telah dipinjam tersebut. Perbedaan nilai uang yang dibayarkan kembali dan nilai uang yang dipinjam tersebut inilah yang kita sebut sebagai bunga atau interest. Dalam kondisi dimana interest rate (i) > 0, hal ini akan berarti besarnya nilai uang pada saat waktu yang berbeda tidak akan sama.

7.5.5 MACAM-MACAM INTEREST DAN METODA APLIKASINYA

Besarnya bunga yang harus dibayarkan pada prinsipnya akan tergantung pada 3 hal :

• Lama waktu / periode peminjaman (n)

• Besarnya interest rate yang ditetapkan (i %)

• Metode penetapan interest yang diaplikasikan yaitu antara lain metode interest sederhana (single interest) dan metode interest digabungkan (compound interest).

Pada metode single interest, maka disini besarnya interest yang dibayarkan akan proporsional dengan metode periode waktu pinjaman (n) dikalikan dengan jumlah uang yang dipinjam. Secara sederhana pula hal ini bisa diformulasikan seperti berikut :


I = P.n.i
dimana P = besarnya uang yang disimpan / diinvestasikan

i = interest rate (%)

n = periode waktu pinjaman selama interest berlaku

7.5.6 PENGARUH NILAI UANG TERHADAP WAKTU, BUNGA (INTEREST) DAN APLIKASINYA DALAM ANALISA EKONOMI TEKNIK

Berkaitan dengan adanya perubahan nilai uang terhadap waktu ataupun faktor bunga, maka dengan suatu cara tertentu bisa dicari hubungan nilai uang pada saat yang lalu, sekarang ataupun yang akan datang dengan melihat suku bunga yang berlaku. Simbol/notasi berikut selanjutnya akan sering digunakan didalam menyelesaikan persoalan-persoalan analisa ekonomi teknik :

i = Laju / tingkat bunga per periode bunga yang berlaku (interest rete).

n = Periode bunga yang ditetapkan dalam jangka waktu tertentu bilamana tidak dinyatakan secara spesifik maka periode bunga umumnya dianggap per tahun.

P = Besarnya uang pokok yang nilainya dihitung / dielivalensikan di masa mendatang (Present Worth)

F = Besarnya uang pokok yang nilainya dihitung / dielivalensikan di masa mendatang (Future Worth) yaitu pada akhir periode bunga (n). Besarnya nilai F adalah uang pokok (P) ditambah dengan bunga yang diakumulasikan sepanjang periode peminjaman tersebut.

A = Jumlah pembayaran tunggal n dari pembayaran yang sama berturut-turut (Uniform Series) yang dilakukan pada setiap akhir dari periode bunga tahnan (Annual Payment atau annuity)

Selanjutnya untuk menganalisa hubungan antara P, F dan A yang dinyatakan dalam variabel n dan i % dapat dicari dengan formulasi-formulasi spesifik yang akan dijelaskan aplikasinya.

a. PEMBAYARAN TUNGGAL (SINGLE PAYMENT)

Analisis perhitungan disini guna mencari hubungan antara nilai P dan F atau sebaliknya yang dinyatakan sesuai dengan variabel n dan i %. Disini dikenal formulasi hubungan seperti berikut :

1) Faktor pembayaran tunggal berganda (Single Amount Payment Compound Factor)

Dipakai untuk mencari harga F dimana nilai P, n dan i % diketahui. Rumus yang digunakan adalah :

F = P ( F / P, i %, n ) atau

F = P ( 1 + i )n

2) Faktor Nilai Sekarang dari Pembayaran Tunggal (Single Payment Present Worth Factor)

Faktor nilai sekarang (Present Worth Factor) ini dipakai untuk mencari nilai uang pokok (P) dimana F, n, dan i % diketahui. Formulasinya dapat dituliskan :

P = F ( P / F, i %, n) atau

P = F

b. PEMBAYARAN DALAM JUMLAH SAMA SECARA SERI (BERTURUT-TURUT) PADA SETIAP AKHIR TAHUN PEMBAYARAN ATAU PENERIMAAN (UNIFORM ANNUAL SERIES END OF YEAR PAYMENTS OR RECEIPT)

Analisis perhitungan disini diaplikasikan guna mencari hubungan antara nilai A, P dan F yang dinyatakan sesuai dengan variabel n dan i %. Ada empat macam formulasi hubungan yang berturut-turut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Faktor dana tersimpan/terbayarkan dalam jumlah yang sama secara seri (Uniform Series The Sinking Fund Factor)

Uniform series dipakai untuk mencari harga A bilamana nilai F, n dan i % diketahui, dimana formulasinya dapat dituliskan sebagai berikut :

atau A = F ( A / F, i %, n )

2) Faktor dana/modal yang terserap kembali dalam jumlah sama secara berturut-turut (Uniform Series Capital Recovery Factor)

Metoda ini dipakai untuk mengetahi berapa uang yang harus bisa ditarik kembali dalam jumlah sama secara berturut-turut (A) dengan interest i % selama periode apakah n terhadap dana sejumlah P yang telah diinvestasikan. Formulasinya ditunjukkan seperti berikut :

, atau

, atau A = P [A / P, i %, n]

3) Faktor dana terkumpul dari pembayaran yang sama secara berturut-turut (Uniform Series Compound Factor)

Dipakai untuk mengetahui berapa banyak uang yang terkumpul (F) pada akhir periode interest n tahun untuk seriap pembayaran dalam jumlah yang sama secara berturut-turut dengan interest rate i %. Formulasinya dapat dijelaskan seperti berikut :

F = A (F/A, i %, n)

4) Nilai uang sekarang dari pembayaran uang yang sama secara berturut-turut (Uniform Series Present Worth Factor)

Metode ini dipakai untuk mencari nilai uang sekarang (Present Worth) dalam seri pembayaran uang dalam jumlah sama secara berturut-turut selama periode ke n dengan interest rate i %. Formulasinya dapat ditunjukkan sebagai berikut :

, atau P = A (P / A, i %, n)




7.5.7 NOMINAL DAN EFFECTIVE INTEREST RATE

Banyak transaksi pinjaman uang yang menghitung atau membebani dengan interest rate lebih dari sekali dalam suatu tahun, sebagai contoh, interest terhadap deposito yang disimpan dalam suatu bank dihitung dan ditambahkan dalam deposite balance sebanyak 4 kali pertahun. Hal ini disebut sebagai “Interest Compounded”. Demikian pula ada yang dibayarkan setiap 6 bulan, bahkan ada pula yang diberikan perbulan, perhari dan sebagainya.

Suatu interest rate sebesar 1,5% perbulan sering kali pula dianggap sama besarnya dengan 18% pertahun, lebih tepat lagi hal ini digambarkan sebagai “nominal interest rate” 18% pertahun yang merupakan penggabungan dari interest rate 1,5% perbulan tadi. Perlu dicatat disini bahwa akan ada perbedaan yang cukup signifikan antara interest rate 1 5% perbulan (interest yang dibayarkan setiap bulannya) dengan interest rate 18% pertahun (yang akan diperhitungkan sekaligus setiap tahunnya).

Contoh :
Uang sebesar Rp 1,- juta didepositokan dengan interest rate 1,5% perbulan. Pada akhir bulan ke 12 (1 tahun) maka uang yang akan terkumpul adalah sebesar :

F = P ( 1 + i )n = Rp 1,- juta (1,18)

F = Rp 1,- juta (1,19561817141) = Rp 1.195.618,-

Dari contoh diatas ini bila uang tersebut didepositokan dengan interest rate 18% pertahun, maka pada akhir tahun ke 1, deposito akan menjadi :

F = P ( 1 + 0,18)1 = Rp 1,- juta (1,18)

F = Rp 1.180.000,-

Disini jelas akan ada selisih sebesar Rp 15.618,- lebih kecil bila dibandingkan dengan interest rate diberikan perbulannya (yang dibayarkan sekaligus dalam waktu 12 bulan atau 1 tahunnya).

Bunga 1,5% perbulan yang digabungkan selama 1 tahun sekaligus (18%) dalam halini disebut sebagai “nominal interest rate”.

Compound interest 1,5% perbulan ini pada dasarnya akan sama dengan 19,56% compound interest pertahun, atau “effective interest rate” yang mana nilainya dapat dihitung dalam formulasi sebagai berikut :

effektive interest rate per tahun =

dimana, = nominal interest rate (%)

m = banyaknya interest bisa dihitung pertahunnya.

Bilamana = 1,5% perbulan dan m = 12, maka

effektive interest rate = (1 + 0,015)12-1

= (1,015)12-1 = 0,1956
Untuk harga m yang semakin besar, maka perbedaan antara efektif dan nominal interest rate akan semakin besar pula. Demikian pula dengan nilai r atau nominal rate m (r/m) yang semakin besar juga akan menyebabkan perbedaan antara efektif dan nominal interest rate menjadi besar. Dalam problem ekonomi teknik umumnya aplikasi effektive interest rate akan digunakan karena hal ini jauh lebih realistis dibandikan kalau menggunakan nominal interest rate.

7.5.8 MENCARI NILAI INTEREST RATE (i %) YANG BESARNYA TIDAK DIKETAHUI

Apabila harta P, F dan n diketahui, sedangkan i % dalam hal ini tidak diketahui dan harus dicari, maka formula matematis yang ada nilai i % dapat dihitung sebagai berikut :



Untuk formula yang lain yang berhubungan dengan nilai A (Uniform Series Annual), maka problem untuk mencari harga i% akan sulit diselesaikan dengan formula yang ada.

Dengan manfaat tabel compound interest, maka harta i% yang tidak diketahui tersebut dapat dihitung dengan menggunakan metode “interpolasi”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger

Arsip Blog